Pastikan Dia Jangan Menunggu - bagian 1 dan 2

Bagian 1 : Si Petasan Injak

"Mas Ray!"

Petasan injak itu lagi!

"Lho, kok Mas Ray cuek begitu sih?" Kishi menarik kursi ke dekat Ray. "Aku kan nggak pernah dapat B. Selalu C, itu pun setelah belajar sampai jungkir balik."

"Kalau tidak bisa kimia, kenapa nekat masuk Perminyakan?"

"Kalau tidak masuk Perminyakan, tidak akan ketemu Mas Ray kan?" Kishi tersenyum manis.

Gadis ini! gerutu Ray dalam hati. Selalu saja bisa menangkis semua kata-katanya. Ray menoleh. Menatap ke arah Kishi sekilas. Gadis itu bahkan tidak menyadari kalau kehadirannya benar-benar mengganggu konsentrasi Ray.

"Kemari cuma mau lapor hasil ujianmu?"

"Mas Ray keberatan aku datang kemari, ya?" Kishi menatap profil samping Ray. Cowok itu masih saja menatap lurus ke arah kanvasnya.

"Bisa kan menjawab pertanyaan dulu sebelum bertanya balik?" tegur Ray.

Kishi terkekeh. "Habis, Mas Ray nanyanya seperti mau ngusir."

Aku memang mau mengusirmu! geram Ray dalam hati. Setiap Kishi muncul, lukisannya pasti terbengkalai. Tidak pernah selesai. Ada-ada saja permintaan gadis itu. Minta diajari kimia. Mencari buku. Kaset. Nonton bioskop. Segalanya, bahkan sampai makan!

Dan dengan caranya sendiri, Kishi selalu berhasil membuat Ray menuruti keinginannya.

"Mas Ray sudah makan?"

"Sudah."

"Aku belum. Temani aku makan keluar, yuk."

"Aku sedang melukis," tolak Ray.

"Nanti kan bisa diteruskan lagi. Ayo dong, Mas Ray! Tidak kasihan melihatku kelaparan?"
"Kamu kan bisa makan sendiri."

"Ah, mana enak makan tanpa teman."

"Kenapa tidak makan dulu sebelum kemari?" gerutu Ray tanpa menyembunyikan rasa kesalnya.

"Aku mau traktir Mas Ray. Kan ujianku dapat B karena diajari Mas Ray."

"Aku tidak minta bayaran. Simpan saja uangmu."

"Mas Ray kok menolak niat baik orang?"

"Lukisanku belum selesai."

"Nanti bisa dilanjutkan. Kutemani, deh."

"Tidak usah," tolak Ray cepat. "Nanti malah lebih tidak selesai."

 Bagian 2 : Cintakah Dia ?

"Nanti ke rumah Ray?"

"Mungkin. Kenapa?"

Tito mengeluarkan amplop coklat dari dalam ranselnya. "Titip ini buatnya. Dan ingatkan dia, Kish. Wisudanya bulan depan. Dia harus datang mengurus administrasi. Jangan lupa bawa foto."

"Oke."

"Trims." Tito melambai sambil menjauh.

"Kenapa harus kamu yang merawat bayi besar itu?" tanya Warnie setelah Tito berlalu. "Mengingatkannya makan. Bahkan sekarang mengingatkan untuk acara wisudanya. Sementara dia sendiri tidak ingat apa-apa selain melukis."

"Bayi besar yang mana?"

"Tentu saja Ray! Siapa lagi?"

"Oo." Kishi tersenyum manis. Kalau bukan aku, siapa lagi? Lagipula, Mas Ray banyak membantuku."
"Kimia?" Warnie mencibir. "Sebenarnya tanpa dia pun kamu bisa."

"Biar saja. Mas Ray toh tidak keberatan."

"Apa yang kamu cari darinya, Kish?"

"Tidak ada."

"Kamu tidak sedang jatuh cinta padanya, kan?"

"Tidak!"

"Kamu terlalu cepat menjawab."

Jatuh cinta? Kishi bahkan tidak pernah memikirkan itu. Dia cuma merasa senang berada di dekat Ray.

"Apa dia tidak terlalu tua untukmu, Kish?"

"Kamu ini bicara apa, sih?!" Kishi mendelik. Mulai sebal dengan Warnie yang nyinyir.

"Aku cuma kasihan melihatmu. Selama ini selalu kamu yang menghampirinya. Memperhatikannya. Apa dia pernah bertindak sebaliknya?"

Kishi terdiam. Memang tidak pernah, jawabnya dalam hati.

"Aku tidak menuntut apa pun," sanggah Kishi. Tapi dia tahu hatinya tidak yakin.

"Kamu tidak jujur."

"Jangan bicara lagi, Nie!"

"Kalau kamu menghindar terus, semua bisa terlambat. Dia terlalu tua untukmu. Kamu bahkan baru duduk di semester pertama sementara Ray sudah lulus."

"Kami cuma berbeda lima tahun!"

"Lebih baik mencari yang seumur denganmu. Yang mendekatimu banyak, Kish. Buat apa mengejarnya terus kalau dia tidak mencintaimu?"

"Aku tidak bilang aku jatuh cinta padanya."

"Suatu saat pun kamu pasti sampai pada kesimpulan itu."

Benarkah?

"Kish, aku bisa bicara begini karena aku kenal Ray dengan baik. Aku sudah berteman dengannya sejak dulu. Bahkan saat dia masih bersama Ika. Dia sangat mencintai gadis itu."

"Aku tahu."

"Bahkan mungkin sampai sekarang," lanjut Warnie hati-hati. "Kukatakan ini karena aku tidak mau kamu terperangkap. Kamu teman baikku, Kish. Aku tidak mau melihatmu terluka tanpa ada yang bisa kulakukan."
Lalu dia harus apa?!

Kishi bahkan tidak tahu harus bagaimana. Dia bahkan tidak tahu apa benar dia jatuh cinta pada Ray, seperti yang dikatakan Warnie? Namun hati kecilnya membenarkan sebagian besar yang dikatakan Warnie.

Apa dia harus mencoba menjauh dari Ray, sekadar mencari tahu apa Ray peduli padanya? Lalu bagaimana kalau ternyata Ray memang tidak mencarinya, kalau ternyata bagi cowok itu seorang Kishi memang bukan apa-apa?

Kishi tidak berani membayangkan.

Dia bahkan tidak berani memikirkannya. 

(bersambung ke bagian 3 dan 4 .....)

sumber : www.cafenovel.com

Biodata Penulis :
Siauw Phing, lahir di Jakarta. Perempuan cantik berdarah Tionghoa ini sangat produktif melahirkan cerpen bertema cinta di berbagai media cetak nasional. Tema ceritanya mengalir manis dan natural khas meremaja. Bersama Nurhayati Pujiastuti — penulis asal Solo, ia sangat fasih bermain dalam plot yang dibangun lewat dialog-dialog cerdas sang tokoh karakter ceritanya. Karyanya paling banyak dipublikasikan di majalah Anita Cemerlang. Ia juga merupakan salah satu pengarang yang sering menjadi nominator di LCCR (Lomba Cipta Cerpen Remaja) Anita Cemerlang.

0 Response to "Pastikan Dia Jangan Menunggu - bagian 1 dan 2"

Posting Komentar

Blogger Tricks

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme